Minggu, 25 Juli 2010

Give Applause to Pia Zebadiah & Maria Kristin!!


Hari masih pagi dan tenang, tapi suasana dalam stadion Pelatnas PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) Cipayung, Jakarta Timur sudah ramai banget. Puluhan kok beterbangan, teriakan semangat puluhan pebulutangkis menggelegar diselingi suara tawa-canda yang makin bikin suasana latihan rutin mereka meriah banget. Dan di antaranya, ada Pia Zebadiah Bernadet (19) dan Maria Kristin (22) yang sudah menunggu kedatangan Seventeen buat ngobrol-ngobrol bareng sambil latihan dengan pelatihnya. Whuuaaahh… pasti seru, nih!


Champions in the heart

Seventeen (17): Hi girls, selamat ya! Di Uber 2008 bulan Mei lalu, kalian bareng seluruh tim bikin harum nama Indonesia. Gimana rasanya?

Maria (M): Bangga banget! Soalnya kita nggak nyangka kita bisa melebihi target awal untuk masuk semifinal.

Pia (P): Apalagi, ini pertama kalinya aku ikut Uber dan bisa langsung masuk final! Jadi senaaaang... banget! Sesuatu yang luar biasa buatku.

17: Kayak apa sih persiapan kalian mau menghadapi turnamen?

P: Persiapannya nggak jauh beda sama latihan rutin kita, tapi porsinya aja yang di tambah. Yang lebih ditekanin justru masalah mental dan tanggung jawab, karena kita main beregu. Juga, strategi menghadapi berbagai jenis lawan.

M: Kemarin juga ada pelatih tambahan dari Australia yang mengajar cara main yang enak kalau lagi cedera. Kebetulan aku habis cedera, jadi latihan dari dia berguna banget.

17: Wah, pasti keluarga kalian bangga banget, ya!

M: Iya, keluargaku waktu itu nggak bisa datang ke Jakarta, tapi mereka di Tuban, Jawa Timur pada kumpul semua buat nonton bareng, lengkap sama para tetangga! Katanya sih sampai heboh banget. Dukungan mereka dari dulu memang luar biasa.

P: Kalau aku, karena kebetulan memang dari Jakarta dan dua orang kakakku juga di Pelatnas, jadi semua pada nonton langsung. Cuma, aku sempat sedih banget karena Ayah meninggal tepat 40 hari sebelum Uber dimulai. Padahal biasanya beliau nggak pernah absen melihatku bertanding. Makanya, persiapanku kemarin sebenarnya nggak terlalu maksimal karena masih berduka.

17: Seventeen turut berduka cita Pia. Terus, harapan kalian ke depannya gimana?

P: Aku berharap prestasiku di turnamen-turnamen berikut lebih baik dan mentalku lebih kuat. Pengen banget dengar lagu "Indonesia Raya" dinyanyiin lagi di turnamen kelas dunia. Rasanya luar biasa!

M: Iya, dan kalau bisa mencapai target jadi juara dunia!


Life as an athlete

17: Btw, sejak kapan sih kalian mulai main bulutangkis?

P: Aku main sejak umur 6 tahun dan mulai tinggal di asrama klub bulutangkis Jaya Raya Jakarta waktu umur 11 tahun.

M: Kalau aku masuk klub waktu umur 12 tahun karena dipaksa sama bapakku yang galak! Hehehe..

17: Terus, apa serunya jadi atlet?

M: Bisa jalan-jalan ke luar negeri gratis! Sama hadiahnya yang lumayan banget jumlahnya. Hahaha...

P: Selain itu, di asrama atlet kita jadi punya banyak teman yang sudah jadi seperti keluarga kedua.

17: Kalau suka-duka tinggal di asrama atlet apa?

M: Sukanya, kita bisa belajar hidup mandiri dan beradaptasi dengan berbagai macam orang. Dukanya, kangen rumah! Aku cuma pulang ke Tuban setahun sekali. Banyangin aja!

P: Soal ini, lucky me, karena rumahku di Jakarta aku bisa pulang seminggu sekali sih. Hehehe..

17: Kalian sibuk latihan dari pagi sampai sore, terus kalau lagi ada waktu kosong biasanya ngapain?

P: Jalan ke mal terus pergi nonton di bioskop! Senormal pembaca Seventeen yang lain juga deh.

M: Kalau aku seringnya sih baca komik. Soalnya mau pergi-pergi juga seringnya sudah berasa capek habis latihan.

17: Pacar kalian, atlet juga ya?

P & M: Daaaasssss... kalau yang ini, no comment! Hahaha...

17: Oke deh, hehe.. Terus ada yang beda nggak sebelum dan sesudah kalian jadi wakil Indonesia?

P: Aku jadi lebih bertanggung jawab. Apalagi kalau bertanding pakai baju tulisan Indonesia. Wah, baju itu rasanya 'berat' dan nggak main-main!

M: Aku lebih berusaha menjaga harapan orang lain aja. Nggak pengen mengecewakan mereka, apalagi mengecewakan Indonesia.


Pia si 'paling muda'

"Teman-teman dan pelatih di Pelatnas selalu ngebimbing biar aku lebih sabar dan tanggung jawab. Mood-ku kan memang sering turun-naik. Hehehe.. Tapi aku juga selalu main sebagus dan sesemangat mungkin. Saat di lapangan, di manapun bola jatuh bakal aku kejar, aku pukul!"

Maria si 'pembuka'

"Aku merasa beruntung bisa jadi pemain pembuka di babak tunggal pertama, tapi nggak merasa terbebani kok. Aku fokus aja buat tampil all-out biar partai selanjutnya bisa makin semangat mainnya."


sumber: Majalah Seventeen (Juli, 2008)



Jumat, 23 Juli 2010

Cerita Greysia Polii

Wawancara dengan Ka Greys ini waktu Bulan April Tahun 2008, sebelum Thomas & Uber Cup 2008 dimulai.

Nggak lama lagi, Piala Thomas dan Uber Cup 2008 akan digelar dan Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah. Meskipun prestasi bulutangkis Indonesia nggak seindah dulu, tapi nggak berarti kita kehilangan jagoan-jagoan kita. Buktinya selalu saja ada pemain muda yang dengan bakat, kerja keras, dan tekadnya siap untuk kembali mengharumkan nama Indonesia di dunia perbulutangkisan internasional. Salah satunya adalah teman kita, Greysia Polii. Pemain ganda putri yang akan berlaga di Uber Cup bulan Mei nanti ini, sudah punya segudang prestasi di dunia Internasional. Misalnya saja, juara Sea Games 2007, finalis Swiss Open 2007, dan finalis Malaysia Open 2007.

Greysia dan Bulutangkis
Perkenalan pertama Greysia yang lahir tanggal 11 Agustus 1987 ini, dengan bulutangkis dimulai sejak dia berumur 5 tahun. Saat itu dia sering iseng-iseng main di depan rumahnya. Begitu kenal, Greysia langsung jatuh cinta sama olahraga ini. Tapi, baru saat umur 8 tahun, Greysia memutuskan hidup untuk bulutangkis. Hal ini tercetus setelah mama Greysia menanyakan masalah ini ke Greysia. Dan Greysia bilang kalau dia mau serius main bulutangkis! Makanya, mama Greysia dan keluarganya setuju untuk hijrah dari Manado ke Jakarta demi mengembangkan hobi bulutangkis Greysia. Waktu umurnya baru 13 tahun, Greysia sudah masuk Pelatnas.

Greysia dan Swiss
Bulutangkis sukses membawa Greysia melanglang buana ke banyak negara di seluruh dunia. Tapi, negara yang paling berkesan buat Greysia adalah Swiss. Pasalnya, pada kunjungan terakhirnya ke negara yang terkenal dengan Cokelat dan jam tangan itu, Greysia pergi ke Gunung Alpen. Walaupun nggak berani main ski, cewek dengan tinggi 162 cm ini terkesima banget sama pemandangan dari puncak gunung itu yang penuh dengan salju. Tempat lain yang jadi favorit Greys kalau ke luar negeri adalah Disneyland. Semua Disneyland di dunia, kecuali Hong Kong, sudah pernah dia kunjungi. "Aku paling suka Disneyland Tokyo, terutama Disney Sea-nya. Bagus banget, sih, " jawab Greys ketika ditanya soal Disneyland favoritnya.

Greysia dan Belanja
Kalau lagi tanding ke luar negeri, Greysia memang nggak punya banyak waktu luang buat lihat-lihat keindahan tempat tersebut. Tapi, ada satu hal yang pasti dilakukan sama cewek yang ngefans banget sama Kaka (pemain sepakbola) ini, yaitu belanja! hehehe. Ternyata, meskipun sibuk sebagai atlet bulutangkis, Greys nggak ada bedanya yah sama kita, tetap saja doyan belanja. Barang yang paling sering diburu Greys pastinya baju-baju casual yang bisa dipakai buat jalan bareng teman-teman dan keluarganya.

Greysia dan Mie Ayam
Seperti sebagian orang lainnya, cewek yang suka sama film August Rush ini juga suka banget makan. Makanan favorit Greys yang sering dia rindukan saat di luar negeri adalah mie ayam. Greys mengaku dia memang penggemar berat makanan Indonesia, walaupun dia nggak pernah punya masalah dengan makanan negara lain. "Sayangnya aku nggak bisa tiap hari makan mie ayam. Soalnya, kan harus jaga badan juga. Paling banyak seminggu sekali saja," seru Greys dengan tampang sedih. Atlit-atlit dalam Pelatnas memang selalu diet yang cukup ketat untuk menjaga stamina dan kesehatan, apalagi saat menjelang turnamen penting.

Greysia dan Masa Depan
Atlit memang bukan profesi yang bisa ditekuni sampai tua. Ini pun disadari benar oleh Greys. Makanya, anak terakhir dari tiga bersaudara ini mau melanjutkan studinya di bidang public relations, bahkan Greys sudah sempat mendaftar ke London School. Sayangnya, karena kesibukannya sebagai atlet, Greys harus menunda dulu keinginan itu. Cewek yang gila banget sama warna hijau ini juga punya rencana buat usaha sendiri setelah selesai berkarir sebagai atlet. Usaha apa tepatnya, dia masih belum tahu. "Mungkin toko olahraga." kata Greys. Nggak jauh-jauh dari bulutangkis juga...
Namun, sepertinya semua itu masih agak lama untuk gadis yang baru berusia 20 tahun ini. Soalnya, masih banyak banget sih yang mau dia raih. "Yang pasti aku mau jadi juara Olimpiade. Tapi, maunya sih jadi juara semua turnamen. Hehehe." kata Greysia diiringi tawa panjang. Nah,
makanya Greys minta dukungan dan do'a nih dari teman-teman dan semua rakyat Indonesia supaya di ajang Thomas dan Uber Cup nanti bisa berjalan mulus buat tim Indonesia. Ok deh! Good luck, Greys!


sumber: Majalah Gadis (April, 2008)

Kamis, 22 Juli 2010

SIMON SANTOSO :)


SIMON SANTOSO


Panggilan: Simon
Lahir: Tegal, 29 Juli 1985
Postur: 175 cm/64 kg
Klub: Tangkas Jakarta
Orang tua: Hosea Lim & Rahel Yanti
Hobi: Renang, baca komik
Nomor: Tunggal 3
Masuk Tim: 2004, 2006, 2008
Prestasi Tertinggi: Emas SEA Games 2003, 2007

Walaupun Sony Dwi Kuncoro namanya sudah “terbang” duluan dibandingkan Simon, tetapi nama Simon lah yang sekarang lebih banyak bersemayam di dalam hati dan kepala para gadis belia Indonesia, penggemar bulutangkis.

Simon (21) Selain wajahnya yang seperti tidak lekang dimakan waktu dan memincut banyak hati gadis belia tanah air, rapor anak Tegal kelahiran 29 Juli 1985 ini juga tidak mengecewakan. Banyak pemain papan atas yang berperingkat di atasnya maupun yang lebih berpengalaman darinya yang merasakan sengkatan Simon di turnamen elit internasional. Sebutlah Peter Gade (DEN), Chen Yu (CHN), Ng Wei (HKG), Boonsak Ponsana (THA), Taufik Hidayat (INA), Hafiz Hashim (MAS), Shon Seung Mo dan Lee Hyun Il (KOR), dan Ronald Susilo (SIN).

Lahir di kota pabrik kok bulutangkis terbesar di Indonesia, Simon adalah bungsu dari empat bersaudara. Serius dengan bulutangkis, dia pun bertolak ke Jakarta dan masuk ke PB Tangkas sebelum ahirnya ditarik masuk ke pelatnas pada tahun 2002 ketika Indonesia mengalami seretnya regenerasi di tunggal putra.

Sejak itulah Simon digembleng untuk menjadi salah satu tumpuan harapan bangsa, dan pecinta komik Kungfu Boy ini mengerjakan “PR”-nya dengan baik. Setahun kemudian (2003) dia sukses menjadi runner-up di Singapore Satellite, dan mulai akhir tahun itu, Simon dikatrol naik bertanding ke turnamen internasional bintang lima. Walaupun waktu itu masih dalam kadar “mengenyam” pengalaman, toh Raphael Sachetat, fotografer bulutangkis senior menyebut Simon sebagai pemain muda, cerdas, dan sangat berbakat ketika Simon mencuri banyak perhatian setelah mengalahkan Peter Gade lalu Shon Seung Mo di Hongkong Terbuka 2003.

Gelar pertamanya dia sabet di Vietnam Satelit 2005, yang dapat dikatakan sebagai turnamen bintang empat – dan membuktikan bahwa nihilnya “prestasi” Simon di turnamen bintang lima saat itu bukan berarti dia salah level, tetapi memang karena Simon belum cukup matang saja.

2006, Simon mulai naik daun. Dia mulai cukup sering menerobos ke dalam perempat final.

Pada tahun 2007, dia membuat penonton Swis Terbuka tercengang karena dia berhasil menjadi finalis turnamen bintang lima ini setelah berangkat dari babak kualifikasi! Di kejuaraan ini, Simon menundukkan Wong Choong Hann (MAS), Ronald Susilo (SIN), dan Chen Yu (CHN), dan melewati Lin Dan yang tidak menyelesaikan set kedua karena cedera sebelum akhirnya terhenti langkahnya oleh Chen Jin (MS) di final.

Tahun 2008, Simon adalah salah satu atlit tunggal putra kebanggaan Indonesia yang sudah lebih matang, lebih siap, dan lebih berpengalaman. Walaupun pelatihnya mengatakan Simon perlu untuk lebih memantapkan stamina serta kepercayaan dirinya, secara teknis dia adalah pemain papan atas dunia.

Lebih lengkap'a:

Ketika ia masih muda, ia bergabung dengan Tangkas Jakarta badminton klub sebelum bergabung dengan tim nasional Indonesia PBSI. In 2005 he won the Robot HCMC Vietnam Satellite and the silver medal at the 2005 Southeast Asian Games . Pada tahun 2005 ia memenangkan Robot Vietnam Kota Ho Chi Minh satelit dan medali perak di SEA Games 2005. His best results on the world circuit until recently were runner-up finishes at the Singapore ( 2008 ), Swiss (2007), and Indonesia Super Series (2008) events . Nya hasil terbaik di sirkuit dunia sampai saat ini adalah runner-up selesai di Singapura (2008), Swiss (2007), dan Indonesia Super Series (2008) peristiwa. He was also a semi-finalist at the Japan Open Super Series (2007) and the Chinese Taipei Open ( 2007 ). Ia juga semi-finalis di Jepang Terbuka Super Series (2007) dan Cina Taipei Open (2007). In September of 2008, Santoso won the Chinese Taipei Open after defeating Roslin Hashim from Malaysia in the final round by scores of 21–18, 13–21, 21–10. Pada bulan September 2008, Santoso memenangkan Cina Taipei Terbuka setelah mengalahkan Roslin Hashim dari Malaysia di babak final dengan skor 21-18, 13-21, 21-10. In October 2009, he won his first Super Series ever in Denmark Open Super Series, after beating Marc Zwiebler of Germany in the final round, 21-14, 21-6. Pada Oktober 2009, ia memenangkan Super Series pertama yang pernah di denmark Open Super Series, setelah mengalahkan Marc Zwiebler dari Jerman di babak final, 21-14, 21-6. He won gold in the 2009 Southeast Asian Games by defeating Sony Dwi Kuncoro. Dia memenangkan emas di SEA Games 2009 dengan mengalahkan Sony Dwi Kuncoro.

Teruslah Berjuang, Simon!